11.2.15

Minggu yang Malas

Mataku belum sepenuhnya terbuka, ngantuk berat masih saja menyerangku. Suara nyaring dering handphone memaksaku untuk bangun. Aku lupa mengaktifkan silent mode agar aku bisa bangun siang di hari Minggu ini. Pukul 2 pagi baru masuk kamar kos yang hanya berukuran 3 x 3 meter ini, yang sebenarnya lebih cocok menjadi ruangan sel penjara dari pada kamar kos. Untungnya pemilik kos berbaik hati dengan memasang keramik di setengah tembok dindingnya. Jadi terlihat bersih dan cukup layak.

Ibuku menelepon pagi itu. Seperti biasa menanyakan kapan skripsiku mulai dikerjakan. Betul sekali. Tidak salah baca. Kapan skripsiku mulai dikerjakan. Bukan kapan skripsiku selesai dan aku segera wisuda. Aku berkelit dengan berbagai alasan. Mulai belum dapat tema yang pas, yang nantinya skripsi tidak hanya asal dibuat seperti mahasiswa yang mementingkan kelulusan daripada ilmu apa yang didapat selama di bangku kuliah. Juga alasan karena hambatan-hambatan lainnya yang hambatan sebenarnya tidak lain tidak bukan ada padaku sendiri. Seperti mobil balap berkapasitas mesin yang besar dan bahan bakar terisi penuh, siap melibas lawan-lawan yang ada di depannya. Namun si pembalap tak kunjung menginjak pedal gas. Konyol bukan? Tidak masuk akal. Itulah bedanya manusia dengan robot. Banyak hal yang susah sekali diterangkan padahal sangat jelas di depan mata.

Sama dengan kondisiku pagi ini. Hanya ingin bermalas-malasan di kasur yang semakin tipis ini namun tetap terasa nyaman bagiku, mungkin karena sudah menyatu dengan tubuh ini selama 10 semester lamanya. Ya.. 5 tahun tak terasa aku menjalani status sebagai Mahasiswa jurusan Psikologi di salah satu kampus negeri di kota Yogyakarta. Semalam bukannya malah menyusun skripsi tapi aku justru menghabiskan malam mingguku dengan para pria-pria yang tak lain mahasiswa yang tak kunjung menyelesaikan studinya seperti aku ini.

Topik yang dibahas aku pikir tidak perlu diceritakan. Topik yang benar-benar membosankan, tapi justru tidak bosan-bosannya dibahas. Seperti membahas "macet" di Jakarta. Macet yang terjadi setiap hari, dari pagi hingga malam dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun lamanya. Warga Ibukota tidak juga bosan-bosan membahasnya. Seperti kami ini para pria-pria yang masa depannya entah akan seperti apa jadinya. Apalagi yang dibicarakan, jika beberapa pria berkumpul. Tentu saja makhluk yang berjenis kelamin berbeda dari kami para pria-pria. "Wanita".

Tidak ada habisnya seorang pria berusaha mendefinisikan pola pikir wanita dan dengan segala pola tingkahnya. Selalu saja mengira-ngira apa yang ada dalam benaknya. Terlebih jika seorang pria ada hati dengan wanita incarannya itu. Mendadaklah ia bak pujangga karbitan seperti komentator politik yang tiba-tiba menjamur di timeline sosial media kita. Sekedar status atau tweet di berbagai macam sosial media yang terdengar mendayu biru. Bisa dari kata-kata yang ia karang sendiri atau mengutip kata-kata dari pujangga atau motivator yang terkenal. Kadang juga berbagi video klip dari lagu yang mewakili hatinya. Berharap si pujaan hati memahami apa yang sedang dalam hatinya itu kepadanya.

Tidak jarang aku mampu meyakinkan teman-temanku yang sering kali kurang percaya diri untuk segera menyatakan cintanya. Tidak sedikit yang pada akhirnya berhasil dan menyandang status "Pacaran". Sedangkan aku, tetap bangga dengan status "Single". Luar biasa bukan. Walaupun begitu aku dulu pernah menjalin hubungan. Meski hanya tidak bertahan lama karena terkendala jarak. Si dia berada di Surabaya tempat aku berasal yang notabene dia adalah teman sekelasku dulu waktu masih SMA. Beberapa bulan yang lalu aku mendengar kabar bahwa ia telah melangsungkan pernikahan. Sekali lagi. Luar biasa bukan.

Ketika ada teman yang sedang jatuh cinta dan hendak mengungkapkan perasaan cintanya itu, berungkali aku sampaikan "Jangan jadi Orang Bodoh". Jika ia tidak ada perasaan yang sama denganmu. Jangan coba-coba mengatakan cinta kepadanya. Temanku pun membantah. Bagaimana mungkin tahu jika tidak memulai untuk mengatakannya lebih dulu. Aku enteng menjelaskan, "Memang dalamnya hati siapa tahu.. Tapi, bukankah ada ungkapan mata itu jendela hati. Ya kita intip-intip sedikit apa yang ada dalam hatinya melalui apa yang terpancar dari matanya. Bagaimana pun mata itu tidak pernah bohong. Perasaan apa pun tergambar jelas dari mata seseorang. Terlebih mata seorang hawa dimana sedang tumbuh cinta dalam hatinya. Matanya begitu berbinar-binar jika sedang bertemu dengan pujaan hatinya. Jika sorot matanya datar-datar saja dan kau nekat mengatakan cinta kepadanya. Jangan salahkan aku jika kau pulang dengan perasaan malu".

Debat tentang wanita memang tidak ada habisnya dan terus berulang-ulang sampai akhir dunia ini. "Tapi kita harus mengungkapkan kejujuran hati", sanggah temanku. Aku tertawa mendengarnya. Ku hirup nafas sejenak dan mulai menjelaskan kepadanya, "Kebanyakan dicuci otak lagu-lagu cinta ya? Begini.. kita ini pria. Laki-laki. Ucapan cinta itu tidak sembarangan. Bukan hanya meluapkan perasaan. Ketika pria mengucapkan cinta sama halnya, kamu siap menjadi pria baginya. Pria yang mengayomi, pria yang nanti akan membahagiakannya dan siap mengusap kesedihan-kesedihannya. Tanggung jawabnya besar. Jangan main-main bilang cinta. Apalagi demi yang namanya kejujuran hati".

"Kayak mau nikah aja?", sanggahnya kembali

"Terus mau buat main-main..?", tanyaku balik

"E.. itu..."

"Serius amat mikirnya. Ini teh jahe sudah dingin", jawabku dengan sedikit tertawa.

"Pak.. tambah sedikit teh jahenya ya...", pintaku pada bapak penjaga angkringan.

Semalam benar-benar obrolan buang waktu. Ya beginilah cara membunuh waktu selain hanya tidur di kosan. Lamunanku buyar ketika ada handphoneku kembali berdering. Siapa lagi gumamku. Hari minggu ini aku cuma ingin santai sejenak tanpa ada gangguan. Kucek handphone, ternyata ada telepon dari kakak.

"Ya Kak...?"

"Dante.. 1 jam lagi pesawat kakak mendarat. Aku nginap di kosmu ya.."

"Oke beres, Kak"

Sepertinya rencana Minggu yang Malas kali ini gagal total. Kamarku masih berantakan. Baju-baju kotor menumpuk di gantungan baju yang terpasang di balik pintu. Lantai yang berdebu yang tak pernah aku sempatkan untuk menyapunya. Bukan karena tidak ada waktu. Tidak mungkin bukan? Mahasiswa yang seluruh SKS sudah selesai ditempuh dan hanya tinggal mengerjakan skripsi sampai tidak punya waktu. Kebersihan itu soal jiwa. Sekeras apa pun bersih-bersih tapi tidak punya jiwa cinta kebersihan hasilnya akan jauh berbeda dengan mereka yang tidak suka melihat sesuatu terlihat berantakan. Yang mana mereka akan begitu risih bahkan akan cenderung menggerutu dan mengomel ketika melihat barang-barang yang ada tidak rapi dan bersih. Dalam sekejap mereka mampu menyulap ruangan yang sebelumnya berantakan menjadi rapi dan nyaman untuk ditinggali, juga dalam mengerjakannya mereka terlihat begitu cekatan. Apakah aku bisa menjadi seperti itu? Sepertinya akan menjadi sebuah keajaiban.

Aku segera bangkit dari tempat tidurku. Berusaha merenggangkan otot-otot yang masih terasa kaku. Bergegas ke kamar mandi walaupun agak sempoyongan karena kurang tidur semalam. Setelah dari kamar mandi, kuambil sapu ijuk dari ruang tengah. Beberapa teman kos terlihat sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Ada yang sedang sekedar berbincang-bincang dengan temannya. Ada yang sibuk dengan laptop, entah itu browsing ke dunia antah-berantah atau mulai mengerjakan tugas-tugas dari dosen yang mulai menumpuk. Tapi sepertinya aku sulit mempercayainya. Bukankah hari Minggu adalah hari paling malas di alam semesta ini. Tapi sekali lagi kukatakan dengan berat hati. Minggu yang Malas kali ini gagal total. Aku harus segera membereskan kekacauan di kamarku. 1 jam dari sekarang kakakku akan datang.

Kupasang earphone dan mulai menyetel lagu-lagu di handphone. Genre musiknya acak, mulai dari pop Indonesia dan pop Barat atau juga beberapa lagu instrumental. Namun akhir-akhir ini di tanah air berkembang musik jazz campuran pop. Lagu jazz murni memamg tidak mudah didengar bagi orang awam. Dahi mulai mengernyit dan kepala sedikit demi sedikit mulai terasa berat jika tetap nekat mendengarnya. Namun bagi mereka pecinta jazz, bit-bitnya yang khas mampu membuat pendengarnya mulai bergerak senada dengan tempo di setiap alunan musiknya. Namun ada yang menarik ketika aku mulai belajar mendengarkan musik jazz. Di saat mengerjakan tugas kuliah diiringi musik jazz, membuatku lebih mudah berkonsentrasi. Padahal biasanya justru jika ada gangguan suara-suara walaupun itu musik, membuatku susah berkonsentrasi. 

Ditengah-tengah satu persatu menata barang-barang di kamar kos sambil diiringi beberapa lagu di handphone, terdengar notifikasi. Di handphone kulihat muncul notifikasi permintaan teman di Facebook. Ku klik notifikasi di layar untuk mencari tahu lebih lanjut siapakah dirinya. Pada halaman Facebook-nya tertulis nama "Anggun Indira Eka". Dan dari situlah semua bermula...

11.9.11

mengapa sekarang seperti ini?




seorang yang tua renta
terpekur di sudut sebuah kota
lalu lintas pun seperti angin lalu

berbalut baju compang-camping sekenanya
sedang menghitung koin-koin tak seberapa

dimanakah keluarga mereka?
dimanakah orang-orang yang pernah tumbuh dengan mereka?

mereka pun pernah menjadi seorang anak-anak
yang tertawa dan selalu riang

menjadi kebanggaan orang tua
menjadi remaja yang merasakan cinta muda
menjadi dewasa yang bersiap membangun keluarga

mengapa sekarang seperti ini?
mengapa sekarang seperti ini?

dimanakah keluarga mereka?
dimanakah orang-orang yang pernah tumbuh dengan mereka?

mengapa sekarang seperti ini?
mengapa sekarang seperti ini?


14:34 11-09-2011

20.8.10

home..

it's been thousand feet

the second count itself


where this mind thinks

where this heart feels


place to place I was

day by day I spent


need to close these eyes

let the dream comes


home.. it's home

that's the reason I'm home


would you be my home?


16:06 20-08-2010

19.8.10

thanks Allah

....... smile

can't stop this smile


maybe cry

can't stop this cry


feels the heart's beating

feels the soul's breathing


no more words

no more sentences


Allah...

thanks Allah.... You've sent me an angel


05:05 19-08-2010

layang-layang

layang-layang...

terbang mewarnai senja

dengan riang bocah memainkannya

mentari pun tersenyum menanti malam

beriringan layang-layang

warna-warni layang-layang

tak inginkah kita terbang seperti layang-layang?


18:16 16-08-2010

8.5.09

sunrise

it's early morning

by usual day comes
following smile of life
....never run away

waking up from tiring night
and the step goes on

breath for a while
let skin feels a light

cloud only hide it
soon it comes
bring what the missing

find your sunrise
wait your sunrise

...........

when the sky's going to dark
say it...

"see you tomorrow"

08-05-09 13:10

19.2.09

eksakta

kompleksitas angka-angka tak lagi ku kenali
susunan fungsi-fungsi tak lagi terkonsentrasi

kala romantisasi dalam sebuah bait menghampiri
di situ ku terbuai
......
sisi hati yang terlupa,
mungkin pernah hinggap
mungkin pernah hadir

tersentak ingin kembali,
ingin menjejaki

dimana karya berada dan senyum tercipta,
walau detik pun tersita

kini eksakta-eksakta itu sesaat menjadi narasi
abstraksi tanpa henti

simpul kanan terus mendominasi,
dan terukirlah tinta maya tak terhenti

tetap... tetap tak terhenti
tetap tak terhenti

19-02-09 12:38